Ini kisahku ,, kisah seorang gadis tomboy yang penuh dengan senyum, selalu tersenyum seakan hidup ini akan berakhir besok. Ini kisahku ,, kisah bagaimana aku bertemu dengannya dan menghadapi semua masalahku sebelum aku harus kehilangan sebagian anggota tubuhku dan sebelum aku tak dapat melihat indahnya warna pelangi, terangnya cahya mentari, serta lembutnya sinar rembulan. Ini kisahku ,, kisah seorang gadis bernama Luna Apriliani Ariesta.
............
Pagi yang cerah ,, yah inilah hari yang ku tunggu – tunggu , hari yang mungkin akan menjadi sejarah indah di dalam hidupku – semoga saja. Mau tahu hari apa ini?Hari ini adalah hari Senin dan bukan sekedar hari Senin biasa. Hari ini untuk pertama kalinya aku masuk kuliah ,, hahahahahaha. Oke mungkin untuk sebagian orang ini hal yang sangat – sangat simpel tapi tidak buatku,its the best moment that I ever had.
Mengapa aku bisa berkata begitu?? Karena berbagai alasan yang terdapat dibalik semua kesempatanku untuk kuliah. Aku hanya seorang gadis dari keluarga biasa dengan penghasilan yang biasa pula. Ayahku adalah seorang pegawai di kantor biasa sementara ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Aku memiliki seorang adik yang masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar). Tapi , aku sangat bahagia memiliki mereka sebagai keluargaku. Meskipun hanya sebuah keluarga kecil dengan penghasilan yang kecil pula tapi aku tidak pernah merasa kekurangan karena keluargaku sangat menyayangiku dan memberi semua cinta serta perhatian kepadaku dan buatku itu sudah lebih dari cukup. Aku bahagia dan sangat menyayangi mereka.
Satu hal yang selalu membuatku merasa sedih dan terkadang menjadi beban pikiranku – mungkin juga untuk ke dua orang tuaku – yaitu bagaimana nasibku setelah lulus SMA? Biaya sekolah saat ini saja sudah cukup mahal – untungnya aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku – apalagi untuk biaya kuliah? Orang tuaku bisa saja membiayai kuliahku tapi bagaimana dengan adikku yang juga butuh biaya sekolah? Aku tidak ingin adikku putus sekolah karena aku , dia juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama sepertiku , memperoleh ilmu sebagai bekal hidupnya kelak.
Saat semua teman – teman kelasku sibuk memikirkan tempat kuliah dan jurusan apa yang mereka akan ambil kelak , aku hanya bisa diam dan mendengarkan dengan hati perih. Aku ingin menangis, aku ingin kuliah tapi aku juga tak mau menjadi beban Ayah dan Ibuku. Aku hanya bisa berdoa dan memohon petunjuk dari Dia Yang Maha Kuasa.
Dan doaku pun dikabulkan. Aku bisa kuliah. Bu Lisa - guru matematikaku - bersedia membiayai kuliahku asal nilai IP ku selalu bisa berada di atas 3,0. Bu Lisa belum menikah namun dia sangat menyukai anak – anak apalagi anak yang berprestasi dan memiliki keinginan yang besar untuk maju. Berprestasi dan ingin maju , itulah yang menurutnya ada di dalam diriku dan hal itulah yang membuatnya ingin membantuku.
Aku tak dapat berkata – kata saat ibu Lisa memberitahu hal itu kepadaku. Rasanya aku ingin melompat tapi kakiku seakan terpaku di tanah yang basah , aku ingin berteriak tapi mulutku seakan terkunci rapat, aku hanya bisa terdiam dan menangis. Inilah kebahagiaanku yang mungkin untuk sebagian orang hanyalah hal kecil yang tak bermakna tapi inilah kebahagiaan sejati. Dapat mewujudkan sesuatu yang kau impikan sejak dulu.
Ke dua orang tuaku tak henti – henti bersyukur dan berdoa. Apalagi saat tahu bahwa aku diterima disalah satu Universitas ternama di daerah Jogja,orang tuaku langsung mengadakan syukuran kecil – kecilan di rumah kami. Alhamdulillah aku sangat bahagia.
Bulan Agustus segera tiba, saatnya aku bersiap – siap meninggalkan ke dua orang tua untuk menuntut ilmu di kota seberang. Keluargaku serta Bu Lisa mengantarkanku ke bandara. Ayah dan Ibuku memelukku erat – erat serta meneteskan butiran kecil air mata di sela – sela senyum yang mereka berikan untukku. Aku menatap mereka sekilas dan menangis tak henti – hentinya. Saatnya pergi jauh dari keluarga yang ku cintai.
“Jaga diri ya nak. Baik – baiklah disana, ingatlah berdoa dan belajar yang rajin. Jangan sia – siakan kebaikan yang diberi Bu Lisa untukmu” kata Ibuku dengan terbata – bata
“Ayah bangga padamu nak. Tetaplah jadi kebanggaan keluarga”
Aku pergi ..... selamat tinggal Makassar ... Jogja aku datang .....